Caleg Kok Bagi Bansos ? Jangan Sok Gantikan Peran Eksekutif, Ini Yang Mestinya Dikerjakan

Jelang kontestasi Pemilu 2024 kita akan sering melihat caleg berlomba-lomba membawa bantuan sembako kepada masyarakat. Dengan tidak menaruh prasangka buruk, hal tersebut sering dilakukan oleh seorang caleg dengan menaruh harapan kebaikannya akan menghasilkan suara bagi dirinya di hari pencoblosan nanti.
“Terlepas dari apa pun niatnya, membantu masyarakat miskin sejatinya adalah tugas pemerintah, tugas eksekutif dalam mengelola dana yang dipungut dari masyarakat melalui sektor pajak”, Ujar I Komang Slamet Wirsana seorang pemerhati buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia – FSPMI Provinsi Bali.
Lebih lanjut Mang Slamet panggilan akrabnya memamaparkan bahwa seorang calon legislatif bila nanti lolos dan memenangkan kursi parlemen akan bertugas mengawasi jalannya roda pemerintahan termasuk perencanaan dan penggunaan anggaran, baik anggaran negara maupun anggaran daerah.
“Karenanya menjadi salah kaprah jika kemudian ada seorang calon anggota legislatif mempertontonkan pemberian bantuan sosial hanya untuk membuktikan bahwa dirinya memiliki karakter yang dermawan dan peduli pada sesama sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk memilih dia sebagai anggota dewan. Jeg Sing Pocol”, pendapat Mang Slamet.
Pria kelahiran asal Kerobokan Badung ini berpendapat bahwa jika caleg tersebut cukup memiliki kecerdasan, ia tidak sepantasnya melakukan sendiri pemberian bantuan sosial tersebut apalagi dengan merogoh kantongnya sendiri dalam-dalam.
“Kalau memang dirinya siap untuk duduk di parlemen sebagai anggota dewan, dan agar masyarakat paham bahwa dirinya amanah dalam menjalankan tugas sebagai anggota dewan, maka untuk menarik simpati masyarakat seharusnya caleg tersebut mencarikan solusi layaknya seorang anggota dewan. Tidak dengan cara memberikan sumbangan pribadi tetapi dengan cara menegur dinas terkait yang telah lalai dalam melakukan tugasnya, atau sekalian tegur kepala daerahnya,”sebut Mang Slamet bersemangat.
Sehingga menurut Mang Slamet, jika dalam proses penanganan oleh instansi terkait kemudian diketahui ada kendala dalam sistem maka caleg tersebut dapat menginventarisasi permasalahannya dan berkoordinasi dengan mereka yang memiliki kewenangan diatasnya.
Ia kemudian mencontohkan semisal ada warga miskin yang tidak memiliki cukup uang untuk membiayai dirinya berobat disaat sakit. Bisa saja demi sebuah pencitraan, seorang caleg akan segera menjemput pasien miskin itu menggunakan mobil pribadinya lalu seluruh biaya rumah sakit dibayarkan dengan kekayaan pribadinya.
Padahal mestinya, ujar Mang Slamet, seorang caleg bertindak dengan cara lain. Langkah yang efektif adalah berkoordinasi dengan dinas sosial agar pasien miskin tersebut bisa memiliki jaminan kesehatan yang sudah diprogramkan oleh Pemerintah. Untuk memastikan pelaksanaannya agar tidak bertele-tele, perlu adanya koordinasi juga dengan JamkesWatch. Lembaga yang memiliki kewenangan dalam mengawal program jaminan kesehatan gratis oleh pemerintah tersebut.
Dengan demikian alih-alih caleg mengeluarkan kekayaan pribadi dalam membantu masyarakat, caleg sebaiknya mendampingi masyarakat berkebutuhan untuk dapat mengakses program sosial pemerintah yang memang menjadi hak masyarakat sebagai warga negara yang sudah diatur dalam perundang-undangan. Sehingga hasil akhirnya warga dapat dibantu dan program pemerintah efektif dapat berjalan serta tepat sasaran.
“Karena itulah sejatinya tugas seorang anggota dewan yang nantinya akan diemban oleh seorang caleg saat dirinya lolos dan berkantor di gedung parlemen. Bukan dengan cara membantu masyarakat menggunakan fasilitas milik pribadinya”, tegas I Komang Slamet Wirsana menutup perbincangan.