Harga Babi Anjlok Bikin Peternak Resah, Berharap Ketemu PJ Gubernur Bali & Ingatkan Bahaya 4 Bulan Ke Depan

Harian Nusa Online-Denpasar, Anjloknya harga babi yang berkepanjangan mulai meresahkan peternak di Bali. Sudah tiga bulan harga babi terus mengalami pemerosotan, saat ini harga babi saat ini Rp 28 ribu per kg, sementara harga pokok produksi menyentuh Rp 40 ribu per Kg.

Keresahan ini dirasakan dan mendapat perhatian khusus I Kadek Supardika, Ketua Partai Buruh Exco Karangasem. Pria yang akrab dipanggil Alex ini memaparkan biaya pakan babi yang tinggi harusnya diikuti dengan naiknya harga babi untuk peternak. Melalui percakapan telpon WA, Rabu (27/9/23) dirinya menjelaskan.

“Harga pakan semakin mahal, jagung per zak isi 50 kg seharga Rp.335.000, konsentrat Rp.617.000, dedak halus Rp.215.000 dan polard gandum rp.250.000,” papar Supardika memperinci,

Kemudian lanjutnya menjelaskan bahwa untuk penggemukan dengan protein min.16% ditambah minimal 4 jenis bahan ini menjadi pakan wajib, yg mana harga pakan per 50kg menjadi Rp.360.000 plus premix mineral dan lainnya. jika kebutuhan pakan per hari 3kg/ekor dikali 4,5 bulan masa pelihara maka kebutuhan pakan saja bisa mencapai Rp.3.240.000.

Sementara saudagar, maklar dan pembeli hanya mau mengambil harga ternak hidup senilai Rp.28.000/kilo, dengan asumsi berat babi 100kilo/ekor maka peternak hanya mendapat Rp.2.800.000 saja. Jelas peternak akan menderita kerugian.

“Ini perlu disikapi oleh pemerintah, negara harus bisa hadir melakukan penyelamatan. Karena di Bali beternak babi sudah menjadi bagian budaya, sayang jika mereka kemudian enggan beternak lagi bila hasilnya malah merugi. Kalau perlu kami di Partai Buruh membuat seruan untuk patungan membeli daging babi,” ujar I Kadek Supardika dengan wajah prihatin

I Ketut Hari Suyasa Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali,

Krisis harga babi rupanya pernah diingatkan oleh Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali, I Ketut Hari Suyasa.

“Sejak 3 Bulan lalu sebelum munculnya isu meningitis, kami sudah pernah ingatkan Pemda agar segera menetapkan nilai jual produksi sebagai upaya penyelamatan ekonomi rakyat,” jelas Hari Suyasa melalui telpon WA, Rabu (27/9/23)

Kali ini GUPBI berkirim surat tertanggal 26 September 2023 kepada PJ Gubernur Bali Irjen.Pol Mahendra Jaya, memohon audiensi untuk menyampaikan nasib peternak babi di Bali yang semakin terpuruk akibat kenaikan harga pakan babi dibarengi anjloknya harga daging babi ternak.

 

Hari menjelaskan bahwa ada 2 hal yang harus menjadi perhatian pemerintah :

  1. Pemerintah Provinsi Bali selayaknya bisa menetapkan nilai jual produksi seharga Rp. 40 ribu per kilo sesuai harga pokok produksi peternak rakyat. Harga tersebut adalah harga ideal karena harga daging babi potong di pasaran saat ini sudah Rp 80 ribu per kilonya.
  2. Pemerintah pusat agar menghentikan sementara stop import daging babi beku yang saat ini mendominasi pasar tujuan Jakarta, menggeser permintaan atas daging segar lokal. Pemerintah Pusat juga seharusnya bisa menurunkan nilai jual produksi jagung, karena jagung menjadi komposisi utama yaitu 50 persen dari campuran pakan ternak babi.

Menurut Hari, GUPBI sendiri menolak jika harga daging babi potong di pasaran diturunkan. Harga Rp. 80 ribu sudah cocok, hanya idealnya dengan harga tersebut maka nilai harga jual babi ternak minimal Rp. 40 ribu per kilo. Sehingga  terjadi kesesuaian antara pengeluaran pakan, harga ternak babi dan harga daging babi potong di pasaran.

GUPBI juga tidak menolak adanya anggapan bahwa di Bali terjadi over populasi ternak babi dikarenakan tingginya minat masyarakat untuk berternak babi.

“Disini peran pemerintah harusnya hadir dengan regulasi yang berpihak pada peternak rakyat. Kami tidak anti investor, seharusnya diterapkan model inti plasma dimana pengusaha besar diarahkan untuk dapat menyerap hasil ternak kelompok masyarakat dengan harga yang ditetapkan,” jelas Hari.

Ia pun mengingatkan bahwa jika harga ternak masih terus merosot karena adanya panic selling di kalangan peternak rakyat maka effect dominonya kemudian terjadi penurunan minat masyarakat untuk beternak babi.

“Dampaknya akan dirasa 4 bulan kedepan, pada momen Nataru dan Imlek saat kebutuhan daging babi melonjak sementara supply babi tak mencukupi. Maka kita tidak memiliki kesiapan pangan dan bisa terjadi harga daging babi yang melambung tinggi sehingga sulit terjangkau masyarakat. Ayo kita duduk bersama seluruh stake holder yang terlibat, kita pikirkan bersama jalan keluar terbaiknya,” tutup I Ketut Hari Suyasa Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali,

Tinggalkan Balasan