Ketua Partai Buruh Badung Soal Maraknya Lowongan Daily Worker Gaji Bulanan, Ini Masalahnya

Yuan Priana

Adv. T.D. Yuanpriana Sukariadha,S.H., Ketua Partai Buruh Exco Kab. Badung sekaligus Koordiantor Perhimpunan Jurnalis Rakyat (PIJAR) Prov. Bali

Harian Nusa Online – Badung,

Ketua Partai Buruh Exco Kabupaten Badung, Adv. T.D. Yuanpriana Sukariadha,S.H. merasa gerah dengan banyaknya iklan lowongan yang menawarkan pekerjaan dengan sistem Daily Worker (Pekerja Harian Lepas) namun bergaji bulanan, hal ini disampaikannya pada Hari Selasa (29/08/2023)

“Ini namanya akal-akalan perusahaan, mereka tidak mau mengangkat karyawan tetap karena selain harus menanggung gaji, perusahaan juga wajib menanggung tunjangan lainnya semacam THR”, ujar Yuan panggilan akrab Ketua Partai Buruh Exco Badung. 

Maraknya Lowongan Pekerjaan Di Badung Dengan Sistem Kontrak Daily Worker Namun Bergaji Bulanan

Pria yang keseharian berprofesi sebagai advokat ini mengaku bersyukur dengan mulai pulihnya pariwisata di Bali dan banyak perusahaan kembali bangkit ditandai dengan dibukanya lowongan pada berbagai posisi pekerjaan. Namun Yuan kemudian merasa geram karena pelbagai lowongan tersebut ditawarkan dengan sistem daily worker tapi bergaji bulanan.

“Ini bisa dikategorikan sebagai modern slavery. Gaji bulanan yang ditawarkan itu bisa jadi bayaran untuk  30 hari kerja, sehingga jika karyawan daily worker mengambil 4 hari libur dalam sebulan maka gajinya juga akan dipotong,” tukas Yuan dengan nada geram.

Ia pun menyesalkan tidak ada tindakan dari dinas terkait untuk masalah ini.

Adv.T.D. Yuanpriana Sukariadha,S.H. (kanan) bersama I Made Utama Yasa (kiri) Caleg Partai Buruh Dapil Kuta Utara

“Perusahaan menggunakan sistem kontrak daily worker untuk mengakali agar tidak membayar gaji karyawan sejumlah UMK Badung yang telah ditetapkan yakni sebesar Rp 3,163,837 per bulannya dengan jumlah hari kerja 26 hari dalam se-Bulan,” terang Yuan Priana.

Menurut aktivis pemerhati buruh ini, apa yang terjadi sekarang seperti melepas harga buruh pada mekanisme pasar. Tingginya tingkat pengangguran dimanfaatkan oleh pengusaha untuk menekan harga sumber daya manusia serendah-rendahnya untuk mendapat untung maksimal.

“Pemerintah harus hadir dan menegakkan regulasi yang sudah ditetapkan. Jika tidak maka kita seakan kembali pada masa perburuhan di jaman VOC menjajah Indonesia. Jangan biarkan itu terjadi,” tegas Adv. T.D. Yuanpriana Sukariadha,S.H. menutup perbincangan.

Tinggalkan Balasan