Ramdes, Driver Ojol yang memilih untuk ikut berjuang di Partai Buruh

Harian Nusa Online – Karangasem, Ramdes, begitu nama panggilan akrab I Ketut Suartawan, seorang pengendara ojek online (ojol) asal ujung timur Pulau Bali, Karangasem. Ia sudah 4 tahun bergelut di dunia pesanan antar jemput penumpang, sebagai seorang pengendara yang menggantungkan pesanan p enumpang pada aplikasi ojol.
Pria kelahiran Lingkungan Susuan, Karangasem 41 tahun silam ini bersyukur bisa mencukupi kebutuhan keluarga dari profesinya sebagai pengendara ojol. Meski demikian, dirinya berharap bisa ada perbaikan dalam sistem kerja sama kemitraan sehingga profesi pengendara ojol bisa dijadikan mata pencaharian utama dan bisa membesarkan 2 buah hatinya dengan pendidikan yang layak.

Ramdes sempat berdiskusi bersama kawan satu komunitas juga melibatkan akademisi. Ramdes selalu menikmati momen bertukar pikiran, untuk menambah wawasannya. Karena itu tak heran Ramdes mengikuti banyak organisasi tidak hanya yang berhubungan dengan dunia pengendara saja, Ia juga aktif dalam perhimpunan jurnalis.
Dalam sebuah diakusi sempat dibahas perihal status kemitraan yang disandang pengendara dalam hubungan kerja dengan aplikator jasa ojek.
Pengendara ojol bekerja dengan menggunakan seragam berupa jaket bahkan helm dengan kombinasi warna tertentu sebagai ciri khas perusahaan aplikator. Dirinya tidak bebas, ada aturan perusahaan yang harus ditaati, jika tidak maka ia akan terkena sanksi berupa suspensi keanggotaan. Ini seperti dalam perusahaan konvensional, sebuah hubungan kerja antara pihak manajemen perusahaan dan karyawannya.
Sementara relasi kerja antara pengendara ojol dan perusahaan dibungkus dengan istilah mitra kerja.
Mitra lazimnya memiliki hubungan kesetaraan, jalinan kerja sama dengan hak dan kewajiban yang berimbang dari para pihak.
Dengan istilah bermitra maka aplikator diuntungkan dengan tidak lagi harus menyediakan aset berupa kendaraan bermotor. Padahal dalam dunia perantarjemputan penumpang, alat produksi utama adalah kendaraan sebagai alat transportasi penghasil uang bagi dirinya dan perusahaan. Dan modal pengadaan kendaraan dapat dibilang tidak sedikit apalagi dengan biaya perawatannya untuk memenuhi standar keamanan.
Keuntungan lainnya yang didapat aplikator dari hubungan bermitra adalah perusahaan ojol tidak perlu memikirkan gaji bulanan para pengendara yang bekerja untuknya. Perusahaan tidak harus membayar pengemudinya mengikuti aturan upah minimum regional (UMR). Bahkan tidak perlu memikirkan pembayaran THR atau pesangon.
Dan yang paling memberikan kenyamanan dari hubungan bermitra ini adalah Perusahaan bisa menghentikan kemitraan sepihak kapan saja, cukup dengan mensuspend aplikasi. Padahal pemutusan hubungan kerja (PHK), pada perusahaan konvensional harus mengikuti banyak aturan perundangan ketenagakerjaan.

Sementara sebagai mitra usaha pengemudi ojol tidak diikutkan pada saat pengambilan keputusan mengenai tarif pelanggan dan besaran komisi untuk pengemudi. Dan meski bermitra pengemudi ojol tidak berhak atas pembagian hasil usaha.
Lalu apa keuntungan pengendara bermitra dengan aplikator ?
Faktor utamanya tentu karena kemudahan mendapat penumpang melalui aplikasi.
Tapi pengemudi sebagai mitra tidak memiliki andil dalam menentukan tarif yang diterapkan kepada penumpang. Karenanya tak heran masih ada pengemudi yang mengeluhkan perihal kenaikan tarif untuk penumpang namun komisi untuk pengemudi tak juga meningkat malah katanya diturunkan.
Inilah sebabnya kenapa masih banyak pengemudi lokal yang memilih tetap berstatus sebagai ojek pangkalan. Karena sebagai ojek pangkalan mereka merasa lebih be6as dalam segala hal termasuk penentuan tarif. Apalagi bila pangkalan mereka banyak menghasilkan penumpang seperti pada daerah wisata perhotelan.
Ojek pangkalan tentu tak mau untuk berbagi kue dengan ojol. Dan inilah yang menjadi penyebab utama gesekan horisontal antara opang dan ojol.
Ramdes kemudian berpikir andai saja bisa dibuat aturan atau perundangan yang berpihak pada ojol, baik itu tentang status kemitraan ataupun tentang rebutan lahan dengan ojek pangkalan yang sering terjadi.
Namun siapa yang dapat memperjuangkan kepentingan ojol jika bukan dari kalangan ojol sendiri. Adakah partai politik yang mau mencalonkan seorang pengendara ojol sebagai calon legislatif sementara menjadi caleg harus mengeluarkan ratusan juta biaya kampanye.

Harapan Ramdes kiranya terwujud setelah mengenal Partai Buruh. Partai bercirikan warna oranye ini dilihatnya konsisten dalam memperjuangkan nasib klas pekerja dengan meneriakkan penolakan pada UU Cipta Kerja.
Ramdes merasa terwakili, dirinya sebagai pengendara ojol adalah klas pekerja. Begitu pun istrinya yang bekerja sebagai pegawai honorer, juga klas pekerja. Dan kenyataannya klas pekerja masih jauh dari kata sejahtera. Masih banyak masyarakat kurang mampu yang belum mendapat pelayanan pendidikan dan kesehatan yang layak.
Termasuk para petani, disaat harga beras melonjak, harga gabah dihargai murah. Dikalangan peternak babi pun tak jauh beda. Peternak menjual harga babinya dengan perhitungan Rp. 28 ribu per kilogram sementara jika diperhitungkan dengan pakan yang dihabiskan idealnya 6abi mereka dilepas ke pasaran dengan harga Rp 40 ribu per kilogramnya. Karena ternyata harga jual daging babi potong di pasaran masih dikisaran Rp. 80 ribu keatas.
Mencermati masalah tersebut Ramdes memperkuat keyakinan untuk bergabung bersama Partai Buruh dan memutuskan untuk maju mencalonkan diri untuk maju ke DPRD Karangasem dari Dapil 1 Karangasem.
Ramdes berharap kawan-kawan ojol dapat memberikan dukungan, begitu juga para pegawai honorer, petani, peternak dan masyarakat dari klas pekerja nantinya bisa memberikan kepercayaan pada dirinya dan mau menyumbangkan suara agar dirinya dapat lolos.
Bukan jabatan anggota dewan yang ia kejar, Ramdes yang bernama asli I Ketut Suartawan ini bertekad harus lahir aturan daerah yang berpihak pada petani, pada peternak babi, pada nelayan, pada pegawai honorer dan pada kalangan klas pekerja. Harus ada perbaikan layanan kesehatan, perbaikan layanan pendidikan agar Karangasem bisa bangkit bermartabat, mengejar ketertinggalannya dari kabupaten lainnya di Bali.
Jika tidak sekarang, kapan lagi. Jika 6ukan kita, siapa lagi. Saatnya pekerja bangkit dan mendudukkan perwakilannya di dewan agar terlahirkan aturan yang berpihak pada pekerja.