Serius sikapi kasus perampasan tanah rakyat Batu Ampar, Polres Buleleng terjunkan personel ke lapangan

Sebanyak 16 orang rakyat Batu Ampar, Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak dimintai keterangan secara langsung oleh personel lidik Polres Buleleng, Jumat (27/5/2022). Rombongan kepolisian itu sampai di lokasi sekitar pukul 13.00.

Salah satu orang yang dimintakan keterangan bernama Lastya menyebutkan rombongan korps penegak hukum itu datang dengan mengendarai 2 buah mobil.

“Setelah meminta keterangan, pihak kepolisian kami ajak untuk meninjau lokasi tanah yang disengketakan, kami sempat memohon ijin kepada sekuriti Hotel Bali Dinasty untuk dapat masuk ke area dan menunjukkan batas-batas tanah yang seharusnya menjadi hak kami,” papar Lastya.

Lastya kemudian menceritakan bahwa lahan yang kini telah dipagari tembok setinggi dua meter dan telah berdiri hotel diatasnya, dulunya adalah lahan garapan bapaknya untuk bercocok tanam.

Namun tahun 1976 dibuka proyek kapur di Batu Ampar sehingga diterbitkanlah Hak pengelolaan Lahan (HPL) No.1 tahun 1976. Pemegang HPL No 1 Tahun 1976 itu diberikan kepada Pemkab Buleleng cq PD Swatantra.

Setelah proyek itu tidak berjalan lagi, maka pada tahun 1982 atau lima 6 tahun kemudian, diterbitkan lah SHM oleh Departemen Dalam Negeri RI kepada 55 petani penggarap sebelumnya. Mengikuti aturan ketatanegaraan,  semestinya sejak SHM terbit pada tahun 1982 maka HPL No 1 tahun 1976 itu dengan sendirinya tidak berlaku lagi atau gugur demi hukum.

“Saya sebagai rakyat tidak mengerti kenapa kemudian ada perusahaan swasta  memagari lahan yang sudah lama dibiarkan mangkrak tidak terurus, tapi kemudian diperpanjang lagi perijinannya”, ujar Lastya dengan nada heran.

Ia pun menyatakan kebingungannya mendengar selentingan bahwa tanah tersebut telah dibeli dengan harga Rp.0,- (Nol Rupiah).

“Kami tidak pernah tahu siapa yang menjual, siapa yang membeli, kapan dan dimana transaksinya. Kami ada yang memiliki dokumen pembayaran pajak tanah, disitu kan ada tertera Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), lalu kenapa bisa bisa terjadi transaksi Nol rupiah ?” Jelasnya dengan nada polos.

Dengan kejanggalan-kejanggalan tersebut itulah rakyat  Batu Ampar kemudian memohon bantuan perlindungan hukum kepada pihak Kepolisian Buleleng agar dapat mengusut tuntas oknum-oknum yang diduga berperan sebagai mafia tanah.

“Kami percaya kepolisian Buleleng masih memiliki hati nurani dalam memberikan perlindungan hukum kepada rakyat,” ujar Lastya dengan nada lirih,”karena itu pada saat pihak kepolisian tadi meminta keterangan, saya beberkan cerita dari awal bahkan pernah saya mendapat todongan pistol dikepala sehingga kami akhirnya tersingkir dari tanah garapan kami.”

Tinggalkan Balasan